Kata jihad berasal dari akar kata bahasa arab ja-ha-da, yang berarti berjuang atau berusaha keras. Kata lain yang berasal dari akar kata ini a.l : usaha, susah payah, kerja. Makna dasar jihad adalah berjuang untuk mengamalkan keimanan seseorang di tengah rintangan – rintangan. Perlu dipertegas bahwasannya, terjemahan “jihad” sebagai “perang suci” itu sangatlah tidak tepat. Dalam bahasa arab, orang akan menerjemahkan “perang suci” sebagai harbun muqaddasatu, sebuah istilah yang tidak ditemukan dalam Al-Qur’an atau dalam literatur Islam lainnya.
Jihad dalam Al-Qur’an
kata ”jihad” muncul beberapa kali dalam Al-Qur’an, dimana ia digunakan untuk melukiskan usaha-usaha orang beriman untuk melawan tekanan dari orang lain untuk melepaskan keimanan mereka, dan untuk membela diri mereka dari para penindas. Salah satu contohnya, umat islam diseru untuk berjuang melawan kepalsuan dengan senjata Al-Qur’an: maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar. (QS. 25:52).
Dalam beberapa bagian, Al-Qur’an mengggunakan bentuk lain dari akar kata ja-ha-da untuk melukiskan usaha orang-orang non-muslim yang berusaha menentang kaum beriman. Sebagai contoh, Dan kami mewajibkan manusia berbuat kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan suatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. (QS. 29:8)
Jihad juga bisa berarti berjuang untuk melawan diri sendiri untuk menjaga hati, lidah, dan pikiran dari kejahatan. Mungkin, orang berjuang untuk melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan di masyarakat. Mungkin, orang berjuang dengan uang harta, untuk mendukung hal-hal yang baik. Sebagai jalan terakhir, orang mungkin berjuang di medan perang melawan pasukan musuh.
Jihad dalam Praktik
Selama masa hidup nabi Saw, umat islam berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menghadapi penyiksaan dan kekejaman orang-orang Makkah dan usaha mereka yang tak kenal henti untuk menghancurkan mereka, umat Islam mencari cara-cara alternatif untuk mempertahankan diri. Mereka hijrah ke Habasyah dan kemudian hijrah ke madinah, melakukan blokade ekonomi, dan membuat perjanjian damai dam membentuk persekutuan-persekutuan damai.
Ada saaatnya ketika umat islam terpaksa terlibat dalam peperangan. Dalam hal ini, ayat-ayat Alqur’an diwahyukan, yang memerintahkan mereka untuk berjuang keras: Dan orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan dzalim mereka membela diri. (QS. 42:39). Tanpa kecuali, umat islam awal berjuang dalam peperangan untuk membela diri melawan serangan atau pengkhianatan sekutu.
Al-Qur’an berkali-kali menekankan pentingnya mama’afkan, termasuk terhadap musuh. Meskipun Islam secara umum berpegang pada ajaran kuno”mata dibalas mata”, pada penekanan, pada pentingnya mema’afkan. Ajaran tersebut dirangkum dalam ayat-ayat berikut :
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (QS. 42:41-43).
Inilah praktik jihad dalam masyarakat muslim awal, dan ini tetap menjadi contoh yang harus diikuti oleh generasi – generasi Islam berikutnya.
Umat Islam mengakui bahwa berjuang melawan diri sendiri-melkukan uapaya moral untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan godaan kesombongan, kedengkian, atau egoisme sering lebih berat daripada perang fisik. Menurut nabi saw, “jihad paling besar adalah berbicara benar di depan penguasa tiran”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar